PENCARIAN JURNAL LINGKUNGAN dan SANITASI

Custom Search

PORTAL SANITASI INDONESIA

Lijit Ad Tag

SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (STBM) Indonesia

Jumat, 19 Desember 2008

Peran Dewan Air dalam Pengendalian Pencemaran Air

Oleh :

Ir. Muhtadi Arsyad Temenggung, M.Si
(Anggota Dewan Air Kota Bandar Lampung)


Pendahuluan

Pengelolaan Kota (urban management) merupakan upaya mengalokasikan sumber daya yang dimiliki secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat dan menciptakan pembangunan kota yang berkelanjutan. Salah satu sumber daya yang cukup krusial untuk ditangani adalah pengelolaan sumber daya air. Air merupakan kebutuhan dasar manusia yang acapkali terabaikan dan sering menimbulkan dampak negatif apabila tidak dikelola secara baik. Hal ini tercermin dari seringnya terjadi kekeringan apabila musim kemarau dan terjadi banjir apabila musim penghujan. Tetapi “ bicara “ tentang air tidak lepas dari kualitas lingkungan, karena kelestarian lingkungan merupakan hal penting dalam pengelolaan sumber daya air.
Air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui, tetapi air akan dapat dengan mudah terkontaminasi oleh aktivitas manusia apabila kegiatan yang dilakukan tidak memperhatikan aspek-aspek ekologis. Pencemaran air dapat merupakan masalah lokal, regional bahkan global apabila pencemaran tersebut mempengaruhi kualitas air secara keseluruhan.

Menurut Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Untuk itu, air dapat dikategorikan tercemar jika mengalami hal-hal sebagai berikut :

  • Air mengandung zat, energi dan atau komponen lain yang dapat merubah fungsi air sesuai peruntukkannya, atau disebut parameter pencemaran.
  • Kandungan parameter pencemaran di dalam air telah melampaui batas baku mutu sehingga menimbulkan gangguan terhadap pemanfaatannya.

Berkaitan dengan pencemaran air terdapat tiga penyebab utama tercemarnya lingkungan perairan (Environmental Agency, 1962), yaitu:

  1. Peningkatan konsumsi atau penggunaan air sehubungan dengan peningkatan ekonomi dan taraf hidup masyarakat, dengan konsekuensi meningkatnya air limbah yang mengandung berbagai senyawa atau materi tertentu.
  2. Terjadinya pemusatan penduduk dan industri diikuti dengan peningkatan buangan yang tertampung di lingkungan perairan sehingga daya pemulihan diri perairan tersebut terlampaui. Akibatnya perairan menjadi tercemar dengan tingkat yang semakin berat.
  3. Kurangnya atau rendahnya investasi sosial, ekonomi dan budaya untuk memperbaiki lingkungan perairan, seperti investasi untuk sistem sanitasi, pengolahan limbah dan perlakuan lainnya.

Berdasarkan data hasil pemantauan kualitas lingkungan yang dilakukan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Kota Bandar Lampung tahun 2005 diketahui bahwa kualitas perairan sungai yang ada di Kota Bandar Lampung kondisinya cukup memprihatinkan. Umumnya sungai-sungai yang mengalir di Kota Bandar Lampung hanya memenuhi mutu air kelas III (untuk budidaya ikan air tawar, peternakan, mengairi tanaman dan kegiatan lain yang mensyaratkan mutu yang sama) dan IV (untuk mengairi tanaman kegiatan lain yang mensyaratkan mutu yang sama). Sumber pencemaran perairan sungai umumnya disebabkan oleh limbah organik yang berasal dari rumah tangga, hotel, restauran, rumah sakit maupun industri.

Melihat berbagai permasalahan sumberdaya air yang dihadapi Kota Bandar Lampung terutama masalah pencemaran, maka sudah saatnya pengelolaan sumberdaya air menjadi perhatian serius berbagai pihak. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pengelolaan Sumber Daya Air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air.

Kondisi Lingkungan Perairan Kota Bandar LampungKota Bandar Lampung yang merupakan Ibukota Propinsi Lampung terletak di bagian ujung Selatan Pulau Sumatera. Secara geografi terletak pada posisi 5O20’ - 5O30’ Lintang Selatan dan 105O28’ - 105O37’ Bujur Timur. Berdasarkan Peraturan Daerah nomor 04 tahun 2001 Kota Bandar Lampung terdiri dari 13 Kecamatan dan 98 Kelurahan dengan luas wilayah 197,22 km2 dan jumlah penduduk pada tahun 2006 sebanyak 809.860 jiwa terdiri dari laki-laki 411.220 jiwa dan perempuan 348.640 jiwa.

Secara hidrologi Kota Bandar Lampung mempunyai dua sungai besar (main drain) yaitu Way Kuripan dan Way Kuala dan 23 sungai-sungai kecil, semua sungai yang ada merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berada dalam wilayah Kota Bandar Lampung dan sebagian besar bermuara ke Teluk Lampung. Sungai yang mengalir di wilayah Kota Bandar Lampung antara lain: (1) Sungai Way Kuripan, Way Kupang, Way Kunyit dan Way Bakung sebagai zona drainase Tanjungkarang; (2) Sungai Way Kemiling, Way Pemanggilan, Way Langkapura, Way Kedaton, Way Balau, Way Halim, Way Durian Payung; Way Simpur; Way Awi, Way Penengahan dan Way Kedamaian sebagai zona drainase Telukbetung; (3) Sungai Way Lunik Kanan dan Way Lunik Kiri, Way Pidada, Way Galih Panjang dan Srengsem sebagai bagian dari zona drainase Panjang; (4) Sungai Way Kandis 1, Way Kandis 2, Way Kandis 3 merupakan bagian dari zona drainase Kandis.

Daerah hulu sungai berada di wilayah bagian barat, wilayah Kota Bandar Lampung dan daerah hilir sungai berada di wilayah bagian selatan Kota Bandar Lampung yaitu pada dataran pantai yang berada di wilayah Kecamatan Panjang, Telukbetung Selatan dan Telukbetung Barat.
Berdasarkan hasil Studi Penentuan Kelas Sungai yang dilakukan oleh Bapedalda Kota Bandar Lampung tahun 2005 terhadap beberapa sungai yang ada di Kota Bandar Lampung diketahui bahwa kualitas perairan sungai yang ada masuk dalam kategori kelas II, III dan IV. Sedangkan untuk kelas I tidak ada yang memenuhi.

Faktor penyebab rendahnya kualitas perairan sungai tersebut antara lain disebabkan antara lain :

  1. daya tampung, karakteristik sungai di Kota Bandar Lampung yang merupakan sungai kecil dengan debit yang kecil, menyebabkan daya tampung beban pencemarannya juga rendah. Sungai-sungai tersebut sangat rentan terhadap pencemaran air. Sedikit saja polutan masuk ke dalam sungai kemungkinan sudah dapat mengakibatkan pencemaran;
  2. kondisi hulu sungai, exploitasi daerah hulu sungai oleh kegiatan pertambangan, pembangunan perumahan, budidaya tanaman semusim menyebabkan tingkat erosi meningkat dan akhirnya mempertinggi kandungan TSS di sungai;
  3. limbah cair domestik, belum adanya system pembuangan air limbah yang terpisah dari saluran air hujan dan belum adanya IPAL domestik terpadu menyebabkan air limbah domestik/rumah tangga yang jumlahnya besar (70-80% penggunaan air bersih) bercampur dengan air sungai yang debitnya kecil sehingga menyebabkan pencemaran;
  4. limbah cair usaha/kegiatan lain, belum efektifnya pengolahan limbah dari usaha/kegiatan seperti industri, hotel, rumah sakit, restauran juga memberikan konstribusi terhadap pencemaran sungai;
  5. sampah, rendahnya kesadaran masyarakat yang masih menganggap sungai sebagai tempat pembuangan sampah disamping menimbulkan menurunnya estetika juga menyebabkan peningkatan beban pencemaran pada sungai.

Sedangkan kualitas air bersih sumur gali berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Bapedalda Kota Bandar Lampung tahun 2005 dibeberapa lokasi pemukiman diketahui bahwa kualitas mikrobiologi tidak memenuhi persyaratan dengan nilai parameter bakteri Total Coliform melebihi batas maksimum yang dipersayaratkan (batas maksimum yang diperbolehkan sebesar 50 MPN per 100 ml berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor: 416/Menkes/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih). Adapun lokasi pemantauan kualitas sumur gali yang dilakukan adalah di pemukiman Mesuji (Pahoman), KM Salim (Way Lunik), Sukarno-Hatta (Pidada), Chairil Anwar (Durian Payung), M. Sangaji (Beringin), Sam Ratulangi (Gedong Air), Sukardi Hamdani (Labuhan Ratu), Tirtayasa (Sukabumi), Griya Kencana (Way Halim), Kenanga (Rawa Laut), Turi Raya (Tanjung Senang) dan Kapten Abdul Hak (Rajabasa).

Adapun akibat rendahnya kualitas air bersih sumur gali ini disebabkan oleh karena belum adanya sistem pengolahan air kotor dan sistem resapan air dari septik tank, keterbatasan PDAM dalam menyuplai suplai air bersih menyebabkan kecenderungan pola satu rumah-satu sumur-satu septic tank, keterbatasan luas kavling yang dimiliki (kepadatan rumah) menyebabkan jarak sumur dengan septic tank sangat dekat, sehingga ada kecenderungan sumur gali/air tanah dangkal tercemar bakteri fecal coli.


Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumberday Air

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan membentuk wadah koordiansi pengelolaan sumberdaya air. Melalui pertemuan stakeholder sumber daya air pada tanggal 15 Desember 2004 telah di bentuk wadah koordiansi pengelolaan sumberdaya air di Kota Bandar Lampung dengan nama Dewan Air Kota Bandar Lampung dan disyahkan melalui Keputusan Walikota Bandar Lampung Nomor 110/23/HK/2005 tanggal 11 April 2005. Sebagai wadah koordinasi, keanggotaan Dewan Air Kota Bandar Lampung terdiri dari unsur Pemerintah (Dinas/Instansi terkait) dan unsur Non Pemerintah (perwakilan masyarakat dan pengusaha) yang memiliki peran, fungsi dan tanggung jawab yang sama dalam pengelolaan sumber daya air di Kota Bandar Lampung. Sedangkan Perguruan Tinggi, LSM, Organisasi Profesi/Asosiasi bertindak sebagai narasumber.
Tujuan dibentuknya Dewan Air Kota Bandar Lampung adalah untuk menjaga fungsi dan manfaat air serta sumber air yang dilakukan melalui keterpaduan tindak dalam pengelolaannnya dengan mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah dan para pemilik kepentingan (stakeholder) dalam bidang sumber daya air secara berkelanjutan.


Tugas pokok Dewan Air Kota Bandar Lampung

Tugas pokok Dewan Air Kota Bandar Lampung adalah membantu Walikota Bandar Lampung dalam menyusun dan merumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan sumber daya air di Kota Bandar Lampung. Sedangkan fungsinya adalah: (1) merumuskan rencana perlindungan, pengembangan, penggunaan pengusahaaan air/sumber air; (2) merumuskan rencana prioritas penggunaan air/sumber air; (3) merumuskan pengaturan penggunaan dan pengusahaan air/sumber air; (4) merumuskan rencana konservasi tanah dan air; (5) merumuskan pengaturan pengendalian banjir dan pencegahan kekeringan; (6) merumuskan pengaturan pengendalian pencemaran dan pengelolaan kualitas air; (7) merumuskan pengaturan/rekomendasi perizinan eksploitasi air tanah; (8) Merumuskan pengaturan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS); (9) pengawasan atas pelaksanaan hasil keputusan Dewan Air dan Peraturan Perundang-undangan tentang sumber daya air.


Peran Dewan Air Dalam Pengendalian Pencemaran Air

Melihat berbagai permasalahan berkaitan dengan pencemaran lingkungan perairan di Kota Bandar Lampung, Dewan Air Kota Bandar Lampung sebagai wadah koordiansi pengelolaan sumberdaya air memegang peranan penting dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Stakeholder pengelolaan sumber daya air yang terdiri dari unsur pemerintah (Dinas/Instansi terkait), dunia usaha (swasta/BUMN/BUMD), kalangan akademisi, organisasi profesi/asosiasi, Lembaga Swadaya Masyarakat, insan pers dan masyarakat umum yang merupakan bagian dari organisasi Dewan Air Kota Bandar Lampung hendaknya memainkan perannya secara sinergi dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air serta mengalokasikan sumber daya yang dimiliki pada obyek yang sama dalam melakukan tindakan nyata konservasi sumber daya air. Sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Sumber Daya Air, konservasi sumber daya air merupakan upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan masa yang akan datang. Konservasi sumber daya air hendaknya dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber daya air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Kegiatan konservasi sumberdaya air dapat dilakukan melalui upaya nyata dengan melakukan Pilot Projek Kali Binaan yang dilakukan oleh secara sinergi dan berkelanjutan oleh stakeholders sumber daya air melalui wadah koordinasi Dewan Air Kota Bandar Lampung. Konsep Kali Binaan dilakukan pada sungai yang masuk kategori tercemar berat (tipe sungai kelas IV) mulai dari hulu sungai hingga hilir dengan fokus kegiatan pada pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana air, sedangkan pengendalian pencemaran air dilakukan dengan cara mencegah masuknya bahan pencenar pada sumber air atau prasarana air.


Penutup
Demikianlah sumbang pemikiran yang dapat disampaikan oleh Dewan Air Kota Bandar Lampung dalam upaya pengendalian lingkungan perairan di Kota Bandar Lampung. Semoga menjadi bahan perenungan bagi kita semua untuk melakukan tindakan nyata dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya air di Kota Bandar Lampung melalui Pilot Projek Kali Binaan.

(e-mail Penulis : ma_temenggung@yahoo.co.id)

Tidak ada komentar:

U.S. EPA Research

CAMPUS GREEN